The Marriage between Sains and Art

Selasa, 19 September 2017

BerIslam di Negeri Paman Sam (2)


Hari Jumat tanggal 1 September 2017, saya dan empat teman lainnya menunaikan Shalat Idul Adha di Masjid Abu Bakr yang terletak di Briarwood Road. Kami memilih masjid ini karena dekat sehingga mudah dijangkau dengan waktu yang singkat. Hal ini dikarenakan kami harus segera kembali ke tempat bekerja atau universitas setelah selesai menunaikan shalat ied. Sebenarnya saya sedang libur shalat, namun karena ingin turut merasakan ‘aroma’ idul adha, sehingga saya memutuskan untuk ikut pergi ke Masjid Abu Bakr.

Saya dan Mba Siva (teman dari Indonesia) pergi dengan menggunakan mobil Zafar, salah satu teman kami dari India yang sedang menempuh pendidikan Ph.D di Emory University. Saya juga pergi bersama Asif dari Pakistan dan bersama seorang gadis dari Juvaria yang juga dari Pakistan dan baru tiba di Atlanta satu minggu sebelumnya.

Masjid Abu Bakr memang tidak terlalu besar, apalagi jika dibandingkan dengan Masjid Al-Farooq yang merupakan masjid terbesar di Atalnta. Kelihatannya hanya seperti surau sederhana jika di Indonesia. Berada di pinggir jalan dan banyak ditumbuh pepohonan di sekitarnya.

Pertama kali sampai Masjid Abu Bakr saya melihat ada dua orang ibu-ibu yang berbicara dalam bahasa Indonesia. Awalnya ingin segera menyapa, namun tampaknya beliau berdua sedang buru-buru sambil sibuk menelfon kerbatanya. Ah mungkin nanti saja setelah shalat aku akan menghampiri beliau, pikirku. Kapan lagi bertemu dengan orang Indonesia.

Masuk ke dalam masjid, aku dibuat takjub. Orang-orang dari berbagai penjuru dunia, dengan latar belakang dan warna kulit yang berbeda-beda, busana serta cara memakai hijab yang beraneka ragam,  bahkan tata cara shalat yang berbeda-beda pula. Semua berkumpul menjadi satu, menyerukan kalimat tauhid yang sama. Bertakbir bersama dengan senyuman yang merekah. Merasa menemukan saudara, yang meskipun tidak dikenalnya. Diikat dalam satu keimanan. Disinilah kami berkumpul, sebagai muslim yang satu.

“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah..”

Rasanya aku ingin menangis. Betapa perbedaan tidak menjadi halangan untuk merasa menemukan ‘saudara’. Merasakan kehangatan yang merasuk dan menyerap ke dalam hati dengan indahnya. Ya Allah, bahagianya dikumpulkan diikat atas dasar keimanan.

Di Indonesia, mengapa kita terlalu sibuk mempersoalkan perbedaan. Walaupun sesungguhnya dalam perbedaan kita sebenarnya disatukan dengan persamaan yang besar. Berlindung dalam satu panji bernama Islam. Agama yang damai dan membawa rahmat bagi seluruh alam.

Sebelum shalat dimulai saya mengobrol dengan salah satu ibu-ibu dari India . Dia datang bersama puterinya yang berumur 6 tahun. Namanya Ibu ‘Asma. Beliau sudah dua tahun berada dan di Atlanta dan tahun ini menjadi tahun kedua beliau merayakan shalat ied di Atlanta. Suaminya ternyata bekerja di tempat yang sama dengan tempat saya bekerja. Bahkan Ibu ‘Asma mengajak saya untuk mencicipi hidangan khas India. Saya langsung membayangkan lezatnya makanan India yang tasty, karena dibuat dengan banyak rempah, seperti masakan Indonesia. Namun apa daya, setelah ini saya harus segera ke tempat kerja. Sudah diberi izin supervisor untuk telat dua jam saja saya sudah sangat bersyukur.

Kejadian yang lucu sebelum shalat ied adalah saat tiba-tiba ada anak kecil berkulit hitam dengan rambutnya yang ikal, tiba-tiba datang dan duduk di pangkuan saya. Dia duduk kemudian mengajak main dan mengobrol. Ibunya yang berada di shaf depan hanya bisa tersenyum sambil meminta maaf dan mengingatkan anaknya agar tidak nakal.  Bahkan karena saya sedang tidak shalat, kemudian saya ‘dititipi’ anak kecil oleh salah satu ibu-ibu karena beliau khawatir saat shalat ied berlangsung anaknya akan berjalan-jalan dan megganggu orang lain yang sedang shalat. Saya tidak dititipi baby lucu. Saya cinta sekali anak kecil. Mungkin suatu saat bisa punya sendiri hehe

Setelah shalat ied, kemudian kami saling bersalam dan berpelukan. Mentransfer energi saling memiliki. Satu saudara, sesama muslim.

Tak lupa saya mengejar ibu-ibu dari Indonesia, tanpa malu saya menyapa dan memperkenalkan diri. Ternyata mereka sudah 30 tahun di Atlanta. Apalah saya yang saat itu baru 2 minggu di Atlanta. Kedua ibu itu memberitahu saya dan Mba Siva tentang keberadaan restoran Indonesia. Katanya pada hari itu, restoran tersebut menyediakan ketupat dan opor ayam. Ah tapi apa daya saya belum memiliki kartu Bus Marta (bus andalan penduduk Atlanta) dan saya tidak begitu paham letak lokasinya.

Saya juga berfoto bersama dengan Gadis Pakistan dan Ibu ‘Asma. Tak lupa, berfoto juga dengan Zafar dan Asif.

Alhamdulillah ya Allah, dimanapun kau tempatkan aku. Kau mempertemukanku dengan saudaraku sendiri.

Maka nikmat tuhamu yang manakah yang engkau dustakan?

Gambar 1. Dari kiri ke kanan, 'Asma dari India, Saya, Siva, dan Juvaria dari Pakistan

Gambar 2. Bersama dua teman lelaki di villa, Asif dari Pakistan (berbaju hijau) dan Zafar dari India (berbaju putih)




Read More

Senin, 11 September 2017

Kepadamu yang akan datang

Kelak kau akan datang
Aku yakin,
Kau akan menghadapi ayah dan memintaku,
dengan gagah berani,
penuh ketakwaan dan ketundukan kepadaNya

Pada suatu masa,
Kau akan menggenggam tanganku dengan mesra
Mengajakku menulusuri dunia
Namun, tentu saja tak lupa
Shalat lima waktu kita jaga

Diantara terik dan hujan
Kita berpelukan,
Saling menguatkan
Memberikan energi kuantum pangkat sekian
Kita, kuat berikatan

Semoga kau tidak salah alamat
Aku yakin kau akan datang di waktu yang tepat
Nanti kita akan sepakat,
bahwa kita tidak salah tempat!
Read More