Hari Jumat tanggal 1 September 2017, saya dan empat teman
lainnya menunaikan Shalat Idul Adha di Masjid Abu Bakr yang terletak di
Briarwood Road. Kami memilih masjid ini karena dekat sehingga mudah dijangkau
dengan waktu yang singkat. Hal ini dikarenakan kami harus segera kembali ke
tempat bekerja atau universitas setelah selesai menunaikan shalat ied. Sebenarnya
saya sedang libur shalat, namun karena ingin turut merasakan ‘aroma’ idul adha,
sehingga saya memutuskan untuk ikut pergi ke Masjid Abu Bakr.
Saya dan Mba Siva (teman dari Indonesia) pergi dengan
menggunakan mobil Zafar, salah satu teman kami dari India yang sedang menempuh
pendidikan Ph.D di Emory University. Saya juga pergi bersama Asif dari Pakistan
dan bersama seorang gadis dari Juvaria yang juga dari Pakistan dan baru tiba di
Atlanta satu minggu sebelumnya.
Masjid Abu Bakr memang tidak terlalu besar, apalagi jika
dibandingkan dengan Masjid Al-Farooq yang merupakan masjid terbesar di Atalnta.
Kelihatannya hanya seperti surau sederhana jika di Indonesia. Berada di pinggir
jalan dan banyak ditumbuh pepohonan di sekitarnya.
Pertama kali sampai Masjid Abu Bakr saya melihat ada dua
orang ibu-ibu yang berbicara dalam bahasa Indonesia. Awalnya ingin segera
menyapa, namun tampaknya beliau berdua sedang buru-buru sambil sibuk menelfon
kerbatanya. Ah mungkin nanti saja setelah shalat aku akan menghampiri beliau,
pikirku. Kapan lagi bertemu dengan orang Indonesia.
Masuk ke dalam masjid, aku dibuat takjub. Orang-orang dari
berbagai penjuru dunia, dengan latar belakang dan warna kulit yang
berbeda-beda, busana serta cara memakai hijab yang beraneka ragam, bahkan tata cara shalat yang berbeda-beda
pula. Semua berkumpul menjadi satu, menyerukan kalimat tauhid yang sama. Bertakbir
bersama dengan senyuman yang merekah. Merasa menemukan saudara, yang meskipun
tidak dikenalnya. Diikat dalam satu keimanan. Disinilah kami berkumpul, sebagai
muslim yang satu.
“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah..”
Rasanya aku ingin menangis. Betapa perbedaan tidak menjadi
halangan untuk merasa menemukan ‘saudara’. Merasakan kehangatan yang merasuk
dan menyerap ke dalam hati dengan indahnya. Ya Allah, bahagianya dikumpulkan
diikat atas dasar keimanan.
Di Indonesia, mengapa kita terlalu sibuk mempersoalkan
perbedaan. Walaupun sesungguhnya dalam perbedaan kita sebenarnya disatukan
dengan persamaan yang besar. Berlindung dalam satu panji bernama Islam. Agama
yang damai dan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Sebelum shalat dimulai saya mengobrol dengan salah satu
ibu-ibu dari India . Dia datang bersama puterinya yang berumur 6 tahun. Namanya
Ibu ‘Asma. Beliau sudah dua tahun berada dan di Atlanta dan tahun ini menjadi
tahun kedua beliau merayakan shalat ied di Atlanta. Suaminya ternyata bekerja
di tempat yang sama dengan tempat saya bekerja. Bahkan Ibu ‘Asma mengajak saya
untuk mencicipi hidangan khas India. Saya langsung membayangkan lezatnya
makanan India yang tasty, karena dibuat dengan banyak rempah, seperti masakan
Indonesia. Namun apa daya, setelah ini saya harus segera ke tempat kerja. Sudah
diberi izin supervisor untuk telat dua jam saja saya sudah sangat bersyukur.
Kejadian yang lucu sebelum shalat ied adalah saat tiba-tiba
ada anak kecil berkulit hitam dengan rambutnya yang ikal, tiba-tiba datang dan
duduk di pangkuan saya. Dia duduk kemudian mengajak main dan mengobrol. Ibunya
yang berada di shaf depan hanya bisa tersenyum sambil meminta maaf dan
mengingatkan anaknya agar tidak nakal.
Bahkan karena saya sedang tidak shalat, kemudian saya ‘dititipi’ anak
kecil oleh salah satu ibu-ibu karena beliau khawatir saat shalat ied
berlangsung anaknya akan berjalan-jalan dan megganggu orang lain yang sedang
shalat. Saya tidak dititipi baby lucu. Saya cinta sekali anak kecil. Mungkin
suatu saat bisa punya sendiri hehe
Setelah shalat ied, kemudian kami saling bersalam dan
berpelukan. Mentransfer energi saling memiliki. Satu saudara, sesama muslim.
Tak lupa saya mengejar ibu-ibu dari Indonesia, tanpa malu
saya menyapa dan memperkenalkan diri. Ternyata mereka sudah 30 tahun di
Atlanta. Apalah saya yang saat itu baru 2 minggu di Atlanta. Kedua ibu itu
memberitahu saya dan Mba Siva tentang keberadaan restoran Indonesia. Katanya
pada hari itu, restoran tersebut menyediakan ketupat dan opor ayam. Ah tapi apa
daya saya belum memiliki kartu Bus Marta (bus andalan penduduk Atlanta) dan
saya tidak begitu paham letak lokasinya.
Saya juga berfoto bersama dengan Gadis Pakistan dan Ibu
‘Asma. Tak lupa, berfoto juga dengan Zafar dan Asif.
Alhamdulillah ya Allah, dimanapun kau tempatkan aku. Kau
mempertemukanku dengan saudaraku sendiri.
Maka nikmat tuhamu yang manakah yang engkau dustakan?
Gambar 1. Dari kiri ke kanan, 'Asma dari India, Saya, Siva, dan Juvaria dari Pakistan
Gambar 2. Bersama dua teman lelaki di villa, Asif dari Pakistan (berbaju hijau) dan Zafar dari India (berbaju putih)

0 komentar:
Posting Komentar