The Marriage between Sains and Art

Minggu, 29 Oktober 2017

Ruang Tempatku Berdiri Kini

Aku berdiri di pojok ruangan saja, tidak tahu sejak kapan aku disini, tak tahu pula sampai kapan aku akan disini. Aku berdiri di pojok ruangan sendiri saja. Terkadang kau hanya memerlukan ruang kosong yang tidak ada siapa-siapa di dalamnya. Kau tidak merasa takut, tidak pula merasa cemas, tidak pula merasa sendiri. Kau hanya merasa lelah, kau lelah berdiri di kaki sendiri dan lelah untuk mencari bahu ternyaman. Kau begitu sibuk mencari dan mengerti namun tak satupun kau temukan untuk kau ajak berlari.

Kemudian aku akan menangis sejadi-jadinya. Namun seberapa besar Hertz yang aku hasilkan. Aku jamin tak akan ada yang bisa mendengarnya. Aku menangis dalam diam. Aku bersedih namun tak ku biarkan siapapun mengetahuinya.

Mungkin aku dilanda semacam rindu. Rindu namun tak tahu harus bertemu siapa. Semacam jatuh cinta namun bertepuk sebelah tangan.

Aku membutuhkan topangan, aku membutuhkan kaki lain yang menguatkan. Aku membutuhkan bahu yang kapan saja siap aku sandarkan. Aku lelah untuk diajak berlelah-lelah. Aku ingin senyuman dan matahari yang hangat.

Aku berdoa, semoga suatu hari akan ada yang datang menyapa, mengajakku keluar dari ruangan hitam nan gelap gulita. Aku berharap semoga dia tak berlama-lama. Semoga...semoga..
Read More

Senin, 09 Oktober 2017

Teka Teki

Kau candu,
namun menurutku seharusnya tidak terlalu seperti itu
Kau boleh datang ke pikiranku
tapi tolong pergilah pada beberapa saat waktu
Aku lelah dihantui olehmu

Kau tak tahu aku
Aku pun tak mengerti apa yang ada di hatimu
Ku coba tebak namun aku tak kunjung tahu
Kapan kau akan datang dan menjelaskan kepadaku?

Jika memang aku seperti matahari yang datang saat siang menerpa
Atau bulan yang hadir saat gelap gulita
Bisakah kau pergi dan tidak terlalu berlama-lama?
Namun jika aku memang angin yang selalu menghilir rata
Sangat berarti tak terkira
Bisakah kau menjadikannya lebih cepat saja?

Aku tak pandai memecahkan teka-teki
Jika iya, kesini
Jika tidak tolong pergi
Aku tak pernah mengerti
Aku tak memiliki semacam intuisi,
untuk menereka apa yang ada di hati

Namun, maukah kau tetap disini?
Bersamaku membuka dan menutup mata setiap hari
Menyaksikan matahari dan bulan pulang pergi
Sudikah kau menata ulang dan memulai dari awal lagi?





Read More

Rabu, 04 Oktober 2017

BerIslam di Negeri Paman Sam (3)

Tatapan mereka seakan seperti sedang bertemu dengan pembunuh. Pandangannya kemudian akan menjadi sedikit curiga dan cenderung menjaga jarak.

Ekstrimis kah aku?

Balutan jilbabku, usahaku yang mungkin terlihat sedikit aneh karena harus terburu-buru kembali ke villa untuk mengejar waktu shalat dzuhur, apakah menjadikan aku sesosok yang menyeramkan?

Salah satu saudara muslimah kami dari Morocco bahkan merasa harus melepaskan jilbabnya untuk menyelesaikan Post Doctoral-nya. Dia bercerita bahwa hal ini dilakukannya demi merasa aman di negeri dimana muslim tidak hanya sekedar menjadi minoritas, namun sekaligus menjadi 'ancaman'. Ditambah negara asalnya adalah negara muslim, bertambah pula kecemasannya. Bahkan sering sekali shalatnya dijama'. Dzuhur ditarik ke waktu ashar. Tempat dan waktu untuk shalat begitu sulit, jikapun ada tentu akan menjadi santapan empuk tatapan mata dengan segala prasangka di dalamnya. Katanya semua orang tidak boleh menonjolkan identitas agamanya. Semuanya harus sama. Sehingga shalat dan jilbab dirasa menjadi 'pembeda' yang akan membahayakan dirinya.

Menjadi muslim. Dikaitkan dengan terorisme, bom, pembunuh, dan hal-hal menyeramkan lainnya.

Maka disini aku menjadi lebih ramah dari biasanya. Aku lebih banyak tersenyum dibandingkan saat di Indonesia dulu. Aku ingin menunjukan bahwa kami bukan sosok yang menakutkan, seperti yang mereka bayangkan.

Entah mengapa perjalanan ini membuka pikiranku lebih luas. Bahwasannya di setiap keputusan yang seseorang ambil, kita tidak bisa main menghakimi begitu saja. Setelah mereka mengungkapkan alasannya tentu kita akan lebih mengerti.

Ada yang memang tidak mau menikah karena memilih sekolah, atau bekerja untuk membangun karirnya.

Ada yang memilih menjadi ibu rumah tangga penuh waktu dan meninggalkan sekolahnya.

Tidak ada yang salah, tidak ada pilihan yang buruk.

Setiap orang punya alasan tersendiri untuk pilihannya masing-masing.

Aku mengerti, bahwa menghakimi seseorang dan merasa paling benar adalah hal yang benar-benar tidak bijak.

- Atlanta, Georgia
Rabu, 4 Oktober 2017



Read More