The Marriage between Sains and Art

Kamis, 31 Agustus 2017

BerIslam di Negeri Paman Sam (1)

Terkadang kemudahan yang kita rasakan menjadikan kita menjadi kurang bersyukur. Maka dari itulah Imam Syafi'i pernah berkata dalam syairnya :

"Merantaulah, orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing (di negeri orang). Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan. Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang. Singa jika tak meninggalkan sarang tak akan dapat mangsa. Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akan kena sasaran..."

23 tahun selalu merasakan shalat ied di negeri tercinta, Indonesia. Selalu mendengar takbiran di taip malamnya, ikut berdzikir bersama. Kemudian dari beberapa hari sebelumnya akan belanja banyak untuk memasak kudapan khas ied seperti opor ayam, sambel goreng kentang, rendang dan tentunya ketupat!

Dan kini, harus menjalani ied di negeri orang. Di Amerika pula. Menjadi minoritas dan dipandang 'berbeda'. Berjilbab pula.Tak ada takbiran, tak ada sahutan orang-orang bertakbir dari banyak masjid yang berbeda. Tak ada kumpul keluarga di malam harinya. Tak ada beres-beres masakan dan menata kue untuk tamu yang akan datang. Tak ada berangkat shalat ied bersama. Tak ada opor ayam, apalagi ketupat.

Bahkan tak ada adzan yang mengingatkan untuk shalat. Hati dan otak menjadi alarm tersendiri. Jika lupa, maka akan benar-benar tidak shalat. Tak akan ada yang peduli. Maka saya merasa begitu merindukan adzan. Bahwa adzan begitu berarti. Bersyukurlah jika kita berada di lingkungan yang baik. Orangtua yang peduli, teman-teman yang rajin shalat sehingga jikapun kau lupa, kau melihat mereka berangkat shalat dan kau pun akan melakukannya.

Disini, saat semua orang bekerja dari pagi hingga sore, bahkan siang menjadi sangat sibuk, jika kau mengikuti arusnya begitu saja, maka shalatmu akan tertinggal. Maka saya berkesimpulan, bahwa lingkungan yang baik ternyata menjadi sesuatu yang harus sangat disyukuri.

Maka berIslam menjadi sesuatu yang 'menantang' untuk dijalani. Sulit, tapi bukan berarti tak bisa diusahakan. Seperti usaha untuk menemukan halal store yang masih nihil. Sehingga 2 minggu ini hanya makan telur ayam saja. Pagi telur ayam dengan sayuran yang minim bumbu (kecap susah, menemukan saus sambal yang pedas pun susah, bahkan hari ini saya lupa menyimpan indomie yang hanya 2 bungkus, ini tentu sebuah musibah), siang salad dengan tortilla dan malam roti dengan susu coklat. Sungguh rindu dengan makanan Indonesia yang gurih dan penuh rempah. Dan tentu saja, berporsi besar. Ditambah godaan harga ayam yang sangat murah. Bahkan jauh lebih murah dibanding seikat bayam. Kau bisa menemukan bahwa harga 4 potong paha ayam turkey adalah 2 USD dan seikat kangkung memiliki harga 3 sampai 4 USD. Saya berencana besok setelah shalat ied, akan ke halal store, ditemani muslim dari India yang juga menginap di Villa International. Semoga.... (sangat merindukan daging sapi dan ayam).

Yup! Sebelumnya saya berencana bersama Youmna dari Mesir untuk shalat ied. Namun Youmna pergi ke masjid yang cukup jauh dari tempat saya menginap dan bekerja (dari villa ke CDC hanya perlu berjalan sedikit kemudian menyebrang). Pergi menggunakan bis dan menghabiskan waktu hingga 2 jam lamanya. Namun seorang teman muslim dari India menawarkan saya untuk pergi shalat ied bersama dengan mobil pribadinya, bersama dengan dua teman lainnya dari Pakistan.

Hari ini juga sudah izin supervisor untuk masuk telat, dan beliau mengijinkan. Ah bahagianya...

Just can't wait for tomorrow!


- Atlanta, 31 Agustus 2017 (9.58 PM)

0 komentar:

Posting Komentar